Revolusi Budaya
Revolusi
adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan
menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi,
perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih
dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan. Ukuran
kecepatan suatu perubahan sebenarnya relatif karena revolusi pun dapat memakan
waktu lama. Misalnya revolusi industri di Inggris yang memakan
waktu puluhan tahun, namun dianggap 'cepat' karena mampu mengubah sendi-sendi
pokok kehidupan masyarakat —seperti sistem kekeluargaan dan hubungan antara
buruh dan majikan— yang telah berlangsung selama ratusan tahun. Revolusi
menghendaki suatu upaya untuk merobohkan, menjebol, dan membangun dari sistem
lama kepada suatu sistem yang sama sekali baru. Revolusi senantiasa berkaitan
dengan dialektika, logika, romantika, menjebol dan membangun.
Dalam
pengertian umum, revolusi mencakup jenis perubahan apapun yang memenuhi
syarat-syarat tersebut. Misalnya Revolusi Industri yang mengubah wajah dunia
menjadi modern. Dalam definisi yang lebih sempit, revolusi umumnya dipahami
sebagai perubahan politik.
Sejarah
modern mencatat dan mengambil rujukan revolusi mula-mula pada Revolusi
Perancis, kemudian Revolusi Amerika. Namun, Revolusi Amerika lebih merupakan
sebuah pemberontakan untuk mendapatkan kemerdekaan nasional, ketimbang sebuah
revolusi masyarakat yang bersifat domestik seperti pada Revolusi Perancis.
Begitu juga dengan revolusi pada kasus perang kemerdekaan Vietnam dan
Indonesia. Maka konsep revolusi kemudian sering dipilah menjadi dua: revolusi
sosial dan revolusi nasional.
1. Masa Berburu dan Meramu (Food
Gathering)/Mengumpulkan Makanan
Kehidupan Budaya
·
Dengan peralatan
yang masih sangat sederhana, mula-mula bisa membuat rakit, lama kelamaan mereka
membuat perahu.
·
Mereka belum
mampu membuat gerabah, oleh karena itu, mereka belum mengenal cara memasak
makanan, salah satunya yaitu dengan cara membakar.
·
Mereka sudah
mengenal perhiasan yang sanagat primitif yaitu dengan cara merangkai
kulit-kulit kerang sebagai kalung.
·
Untuk mencukupi
kebutuhan hiudup mereka membuat alat-alat dari batu, tulang, dan kayu.
·
Pada masa itu
mereka memilih untuk tinggal di gua-gua, dari tempat tersebut ditemukan
peninggalan berupa alat-alat kehidupan yang digunakan pada masa itu, seperti: Kapak
perimbas, Kapak Penetak, Kapak genggam, Pahat genggam, Alat serpih, Alat-alat
dari tulang, dll.
2.
Masa Bercocok Tanam (Food Producing) dan Beternak
Kehidupan Budaya
·
Kebudayaan
semakin berkembang pesat, manusia telah dapat mengembangkan dirinya untuk
menciptakan kebudayaan yang lebih baik
·
Peninggalan
kebudayaan manusia pada masa bercocok tanam semakin banyak dan beragam, baik
yang terbuat dari tanah liat, batu maupun tulang
·
Hasil kebudayaan
pada masa bercocok tanam:
Beliung
Persegi, Kapak Lonjong, Mata panah, Gerabah, Perhiasan, Bangunan Megalitikum
seperti menhir, dolmen, sarkofagus, kubur batu, punden berundak, waruga, arca.
Pembagian zaman dalam prasejarah diberi sebutan
menurut benda-benda atau peralatan yang menjadi ciri utama dari masing-masing
periode waktu tersebut. Adapun pembagian kebudayaan zaman prasejarah tersebut
terdiri dari:
I. Zaman Batu Tua (Palaelitikum)
Berdasarkan tempat penemuannya, maka kebudayaan tertua itu lebih dikenal dengan sebutan Kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.
1.Kebudayaan Pacitan
Pada tahun 1935 di daerah Pacitan ditemukan sejumlah alat-alat dari batu, yang kemudian dinamakan kapak genggam, karena bentuknya seperti kapak yang tidak bertangkai. Dalam ilmu prasejarah alat-alat atau kapak Pacitan ini disebut chopper (alat penetak). Soekmono mengemukakan bahwa asal kebudayaan Pacitan adalah dari lapisan Trinil, yaitu berasal dari lapisan pleistosen tengah, yang merupakan lapisan ditemukannya fosil Pithecantropus Erectus. Sehingga kebudayaan Palaelitikum itu pendukungnya adalah Pithecanthropus Erectus, yaitu manusia pertama dan manusia tertua yang menjadi penghuni Indonesia.
2.Kebudayaan Ngandong
Di daerah sekitar Ngandong dan Sidorejo dekat Ngawi, Madiun, ditemukan alat-alat dari tulang bersama kapak genggam. Alat-alat yang ditemukan dekat Sangiran juga termasuk jenis kebudayaan Ngandong. Alat-alat tersebut berupa alat-alat kecil yang disebut flakes. Selain di Sangiran flakes juga ditemukan di Sulawesi Selatan. Berdasarka penelitian, alat-alat tersebut bersalo dari lapisan pleistosen atas, yang menunjukkan bahwa alat-alat tersebut merupakan hasil kebudayaan Homo Soloensis dan Homo Wajakensis (Soekmono, 1958: 30). Dengan demikian kehidupan manusia Palaelitikum masih dalam tingkatan food gathering, yang diperkirakan telah mengenal sistem penguburan untuk anggota kelompoknya yang meninggal.
II. Zaman Batu Madya (Mesolitikum)
Peninggalan atau bekas kebudayaan Indonesi zaman Mesolitikum, banyak ditemukan di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Flores. Kehidupannya masih dari berburu dan menangkap ikan. Tetapi sebagian besar mereka sudah menetap, sehingga diperkirakan sudah mengenal bercocok tanam, walaupun masih sangat sederhana.
Bekas-bekas tempat tinggal manusia zaman Mesolitikum ditemukan di goa-goa dan di pinggir pantai yang biasa disebut Kyokkenmoddinger (di tepi pantai) dan Abris Sous Roche (di goa-goa). Secara garis besar kebudayaan zaman Mesolitikum terdiri dari: alat-alat peble yang ditemukan di Kyokkenmoddinger, alat-alat tulang, dan alat-alat flakes, yang ditemukan di Abris Sous Roche.
Kebudayaanzaman Mesolitikum di Indonesia diperkirakan berasal dari daerah Tonkin di Hindia Belakang, yaitu di pegunungan Bacson dan Hoabinh yang merupakan pusat kebudayaan prasejarah Asia Tenggara. Adapun pendukung dari kebudayaan Mesolitikum adalah Papua Melanesia.
III. Zaman Batu Muda (Neolitikum)
Zaman Neolitikum merupakan zaman yang menunjukkan bahwa manusia pada umumnya sudah mulai maju dan telah mengalami revolusi kebudayaan. Dengan kehidupannya yang telah menetap, memungkinkan masyarakatnya telah mengembangkan aspek-aspek kehidupan lainnya. Sehingga dalam zaman Neolitikum ini terdapat dasar-dasar kehidupan. Berdasarkan alat-alat yang ditemukan dari peninggalannya dan menjadi corak yang khusus, dapat dibagi kedalam dua golongan, yaitu:
1.Kapak Persegi
Sebutan kapak persegi didasarkan kepada penampang dari alat-alat yang ditemukannya berbentuk persegi panjang atau trapesium (von Heine Geldern). Semua bentuk alatnya sama, yaitu agak melengkung dan diberi tangkai pada tempat yang melengkung tersebut. Jenis alat yang termasuk kapak persegi adalah kapak bahu yang pada bagian tangkainya diberi leher, sehingga menyerupai bentuk botol yang persegi.
2.Kapak Lonjong
Disebut kapak lonjong karena bentuk penampangnya berbentuk lonjong, dan bentuk kapaknya sendiri bulat telur. Ujungnya yang agak lancip digunakan untuk tangkai dan ujung lainnya yang bulat diasah, sehingga tajam. Kebudayaan kapak lonjong disebut Neolitikum Papua, karena banyak ditemukan di Irian.
Benda-benda lainnya pada zaman Neolitikum adalah kapak pacul, beliung, tembikar atau periuk belanga, alat pemukul kulit kayu, dan berbagai benda perhiasan. Adapun yang menjadi pendukungnya adalah bangsa Austronesia untuk kapak persegi, bangsa Austo-Asia untuk kapak bahu, dan bangsa Papua Melanesia untuk kapak lonjong.
Pada tahun 1935 di daerah Pacitan ditemukan sejumlah alat-alat dari batu, yang kemudian dinamakan kapak genggam, karena bentuknya seperti kapak yang tidak bertangkai. Dalam ilmu prasejarah alat-alat atau kapak Pacitan ini disebut chopper (alat penetak). Soekmono mengemukakan bahwa asal kebudayaan Pacitan adalah dari lapisan Trinil, yaitu berasal dari lapisan pleistosen tengah, yang merupakan lapisan ditemukannya fosil Pithecantropus Erectus. Sehingga kebudayaan Palaelitikum itu pendukungnya adalah Pithecanthropus Erectus, yaitu manusia pertama dan manusia tertua yang menjadi penghuni Indonesia.
2.Kebudayaan Ngandong
Di daerah sekitar Ngandong dan Sidorejo dekat Ngawi, Madiun, ditemukan alat-alat dari tulang bersama kapak genggam. Alat-alat yang ditemukan dekat Sangiran juga termasuk jenis kebudayaan Ngandong. Alat-alat tersebut berupa alat-alat kecil yang disebut flakes. Selain di Sangiran flakes juga ditemukan di Sulawesi Selatan. Berdasarka penelitian, alat-alat tersebut bersalo dari lapisan pleistosen atas, yang menunjukkan bahwa alat-alat tersebut merupakan hasil kebudayaan Homo Soloensis dan Homo Wajakensis (Soekmono, 1958: 30). Dengan demikian kehidupan manusia Palaelitikum masih dalam tingkatan food gathering, yang diperkirakan telah mengenal sistem penguburan untuk anggota kelompoknya yang meninggal.
II. Zaman Batu Madya (Mesolitikum)
Peninggalan atau bekas kebudayaan Indonesi zaman Mesolitikum, banyak ditemukan di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Flores. Kehidupannya masih dari berburu dan menangkap ikan. Tetapi sebagian besar mereka sudah menetap, sehingga diperkirakan sudah mengenal bercocok tanam, walaupun masih sangat sederhana.
Bekas-bekas tempat tinggal manusia zaman Mesolitikum ditemukan di goa-goa dan di pinggir pantai yang biasa disebut Kyokkenmoddinger (di tepi pantai) dan Abris Sous Roche (di goa-goa). Secara garis besar kebudayaan zaman Mesolitikum terdiri dari: alat-alat peble yang ditemukan di Kyokkenmoddinger, alat-alat tulang, dan alat-alat flakes, yang ditemukan di Abris Sous Roche.
Kebudayaanzaman Mesolitikum di Indonesia diperkirakan berasal dari daerah Tonkin di Hindia Belakang, yaitu di pegunungan Bacson dan Hoabinh yang merupakan pusat kebudayaan prasejarah Asia Tenggara. Adapun pendukung dari kebudayaan Mesolitikum adalah Papua Melanesia.
III. Zaman Batu Muda (Neolitikum)
Zaman Neolitikum merupakan zaman yang menunjukkan bahwa manusia pada umumnya sudah mulai maju dan telah mengalami revolusi kebudayaan. Dengan kehidupannya yang telah menetap, memungkinkan masyarakatnya telah mengembangkan aspek-aspek kehidupan lainnya. Sehingga dalam zaman Neolitikum ini terdapat dasar-dasar kehidupan. Berdasarkan alat-alat yang ditemukan dari peninggalannya dan menjadi corak yang khusus, dapat dibagi kedalam dua golongan, yaitu:
1.Kapak Persegi
Sebutan kapak persegi didasarkan kepada penampang dari alat-alat yang ditemukannya berbentuk persegi panjang atau trapesium (von Heine Geldern). Semua bentuk alatnya sama, yaitu agak melengkung dan diberi tangkai pada tempat yang melengkung tersebut. Jenis alat yang termasuk kapak persegi adalah kapak bahu yang pada bagian tangkainya diberi leher, sehingga menyerupai bentuk botol yang persegi.
2.Kapak Lonjong
Disebut kapak lonjong karena bentuk penampangnya berbentuk lonjong, dan bentuk kapaknya sendiri bulat telur. Ujungnya yang agak lancip digunakan untuk tangkai dan ujung lainnya yang bulat diasah, sehingga tajam. Kebudayaan kapak lonjong disebut Neolitikum Papua, karena banyak ditemukan di Irian.
Benda-benda lainnya pada zaman Neolitikum adalah kapak pacul, beliung, tembikar atau periuk belanga, alat pemukul kulit kayu, dan berbagai benda perhiasan. Adapun yang menjadi pendukungnya adalah bangsa Austronesia untuk kapak persegi, bangsa Austo-Asia untuk kapak bahu, dan bangsa Papua Melanesia untuk kapak lonjong.
Revolusi merupakan suatu usaha menuju perubahan
menuju kemaslahatan rakyat yang ditunjang oleh beragam faktor, tak hanya figur
pemimpin, namun juga segenap elemen perjuangan beserta sarananya. Logika
revolusi merupakan bagaimana revolusi dapat dilaksanakan berdasarkan suatu
perhitungan mapan, bahwa revolusi tidak bisa dipercepat atau diperlambat, ia
akan datang pada waktunya. Kader-kader revolusi harus dibangun sedemikian rupa
dengan kesadaran kelas dan kondisi nyata di sekelilingnya. Romantika revolusi
merupakan nilai-nilai dari revolusi, beserta kenangan dan kebesarannya, di mana
ia dibangun. Romantika ini menyangkut pemahaman historis dan bagaimana ia
disandingkan dengan pencapaian terbesar revolusi, yaitu kemaslahatan rakyat.
Telah banyak tugu peringatan dan museum yang melukiskan keperkasaan dan
kemasyuran ravolusi di banyak negara yang telah menjalankan revolusi seperti
yang terdapat di Vietnam, Rusia, China, Indonesia, dan banyak negara lainnya. Menjebol dan membangun merupakan bagian integral
yang menjadi bukti fisik revolusi. Tatanan lama yang busuk dan menyesatkan
serta menyengsarakan rakyat, diubah menjadi tatanan yang besar peranannya untuk
rakyat, seperti di Bolivia, setelah Hugo Chavez menjadi presiden ia segera
merombak tatanan agraria, di mana tanah untuk rakyat sungguh diutamakan yang
menyingkirkan dominasi para tuan tanah di banyak daerah di negeri itu.
SUMBER :