Radikalisme
adalah suatu paham yang dibuat-buat oleh orang kafir yang benci dengan dengan
umat islam atau para anti islam untuk menyebut muslimin yang lurus dan
menegakkan agama dengan benar sebagai orang yang berfaham Kiri radikal, Ekstrem
kiri atau Ekstrem kanan. Hal ini untuk memojokkan umat islam agar dibenci di
mata media.
Radikalisme
juga ditujukan kepada orang muslim yang bergaris ekstrim kiri atau para
muslimin yang membela negara yang dianggap media sebagai teroris, sehingga
dunia menganggap muslim radikal adalah golongan yang berbahaya.
Makna
sebenarnya dari Radikal adalah “mengakar” yang bisa diartikan sebagai
“mendasar”. Jadi, Muslim Radikal dalam arti sebenarnya adalah “Muslim yang
menegakkan agama secara mengakar dan mendasar sesuai dengan Al-Qur’an dan As
Sunnah sebagai dasar agama Islam yang Rahmatan-lil’alamin (Rahmat bagi seluruh
alam).
Mengapa
situs Radikal di Blokir??? Kementerian Komunikasi dan Informasi telah memblokir
belasan situs yang dinilai menganut paham radikal di Indonesia. Menteri
Komunikasi dan Informasi, Rudiantara mengatakan, ada 19 situs berbau radikal
yang telah diblokir dari dunia maya.
Pemblokiran itu, dilakukan atas permintaan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Pemblokiran itu, dilakukan atas permintaan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Humas
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Prof Dr Irfan Idris MA usai
Rapat Koordinasi di Kantor Kemenkominfo, Selasa (31/03/2015) menjelaskan,
pihaknya dan Kemenkominfo tidak serta-merta membuat keputusan itu.
Sejak
tahun 2012, BNPT, Kemenkominfo, Kementerian Agama, dan Kementerian Koordinator
Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhumkam), sudah melakukan rangkaian
investigasi masalah itu.
"Tentu
ada alasan kami meminta kepada Kemenkominfo untuk memblokir 19 situs yang kami
nilai radikal tersebut. Sejak 2012, kami sudah melakukan kajian mendalam soal
situs-situs tersebut dan yang pasti alasannya adalah situs-situs bernuansa
radikal yaitu ingin melakukan perubahan dengan cepat menggunakan kekerasan
dengan mengatasnamakan agama,” ujar Irfan usai Rakor.
Selain
itu menurut pria yang juga menjabat sebagai Direktur Deradikalisasi BNPT
tersebut, yang dimaksud membawa ajaran radikal lainnya yaitu menyangkut takfiri
atau mengkafirkan orang lain. “Seperti di salah satu berita di situs tersebut
yang pernah saya baca ada kalimat ekor, Jokowi kafir dan demokrasi haram. Itu
sudah radikal dan berbahaya,” kata Irfan.
Menurut
Irfan, situs-situs yang dimaksud juga banyak yang mendukung, menyebarkan dan
mengajak untuk bergabung ke ISIS. Kalimat-kalimat propaganda juga banyak
ditemukan. “Selain itu mereka juga menulis tentang memaknai jihad namun secara
terbatas. Ada bukti fisik yang tim internal miliki,” ujar Irfan.
Namun,
kata Irfan, pihaknya juga akan menelaah lebih lanjut pascapertemuan hari ini
dengan perwakilan dari tujuh media yang situsnya telah diblokir. “Tentu ada
prosedur persuasif dan akan kami bahas lebih lanjut di internal kami (BNPT),”
tukasnya.
Dalam
kesempatan yang sama, Staf ahli Menkominfo Bidang Komunikasi dan Media Massa
Kominfo, Henri Subiakto mengungkapkan bahwa pemblokiran situs atas dasar pers.
“Kalau berbicara Undang-Undang Pers, maka teman-teman di Dewan Pers ini tidak
menganggap situs-situs tersebut adalah media massa. Karena kalau yang disebut
dengan media massa, itu selalu berbadan hukum Indonesia. Kalau kita lihat belum
tentu situs-situs tersebut berbadan hukum Indonesia,” ujar Henri.
Karena
menurut Hendri, kalau situs tersebut berbentuk media massa, tentunya struktur
organisasinya juga jelas. Karena tentunya ada nama-nama penanggung jawab, ada
alamat dan ada nomor telepon yang bisa dihubungi di situs-situs tersebut. Namun
situs-situs itu menurut Hendri tidak memenuhi syarat-syarat di atas.
Tetapi
berbeda lagi kalau menurut para Pengamat Cyber, Fami Fahruddin, menilai
pernyataan BNPT soal alasan pemblokiran situs yang dianggap radikal masih
lemah. Pasalnya tidak berdasarkan pada aturan yang sesuai.
Secara
khusus, Fami merujuk pada penggunaan domain dot (.) com dan takfiri
(mengkafirkan orang lain). Takfiri adalah salah satu kriteria khusus BNPT soal
situs dianggap radikal sehingga harus diblokir. Sedangkan soal domain adalah
kriteria pemblokiran di Kemkominfo.
"BNPT dalam beberapa pemberitaan membeirkan argumen yang tidak pas soal alasan pemblokiran, seperti penggunaan .com dan takfiri. Padahal seharusnya merujuk kepada aturan seperti Undang-Undang yang lebih mengena, misalnya aturan pers yang melarang penyebaran informasi kebencian, kalau seperti itu alasannya lebih pas," tutur Fami dalam acara diskusi 'Mengapa Blokir Situs Online' di Gado-Gado Boplo Menteng, Jakarta, Sabtu (4/4/2015).
Karena itu, Fami menghimbau para regulator untuk mendasari keputusannya dengan aturan-aturan yang berlaku. BNPT, katanya, karena berkaitan dengan terorisme maka acuannya juga harus berkaitan dengan hal tersebut.
"Kita harus memiliki aturan yang lebih detail soal pemblokiran," sambungnya.
Fami juga menilai harus ada sinkronisasi dalam upaya pemblokiran situs. Misalnya saja soal pemblokiran situs Vimeo oleh Kemkominfo, yang menuru Fami masih ada masyarakat Indonesia yang bisa mengaksesnya.
"Misalnya saya pake satu provider tidak bisa akses Vimeo, tapi ketika saya pakai jaringan lain masih bisa diakses. Itu artinya, Indonesia belum ada sinkronisasi soal aturan cyber," katanya.
Seperti diketahui, BNPT mengajukan permohonan penutupan terkait situs radikal kepada Kemkominfo. Dari 26 website yang awalnya diusulkan, setelah diteliti oleh Kemkominfo ternyata ada 2 yang duplikasi, 4 tidak aktif dan 1 sudah ditutup.
"Jadi hanya ada 19 situs yang diusulkan ke ISP (Internet Service Provider) untuk diblokir. Pengertian diblokir untuk situs menggunakan domain dot ( .) com, jadi situs-situs tersebut masih bisa diakses di luar Indonesia," ungkap Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo, Ismail Cawidu.
"BNPT dalam beberapa pemberitaan membeirkan argumen yang tidak pas soal alasan pemblokiran, seperti penggunaan .com dan takfiri. Padahal seharusnya merujuk kepada aturan seperti Undang-Undang yang lebih mengena, misalnya aturan pers yang melarang penyebaran informasi kebencian, kalau seperti itu alasannya lebih pas," tutur Fami dalam acara diskusi 'Mengapa Blokir Situs Online' di Gado-Gado Boplo Menteng, Jakarta, Sabtu (4/4/2015).
Karena itu, Fami menghimbau para regulator untuk mendasari keputusannya dengan aturan-aturan yang berlaku. BNPT, katanya, karena berkaitan dengan terorisme maka acuannya juga harus berkaitan dengan hal tersebut.
"Kita harus memiliki aturan yang lebih detail soal pemblokiran," sambungnya.
Fami juga menilai harus ada sinkronisasi dalam upaya pemblokiran situs. Misalnya saja soal pemblokiran situs Vimeo oleh Kemkominfo, yang menuru Fami masih ada masyarakat Indonesia yang bisa mengaksesnya.
"Misalnya saya pake satu provider tidak bisa akses Vimeo, tapi ketika saya pakai jaringan lain masih bisa diakses. Itu artinya, Indonesia belum ada sinkronisasi soal aturan cyber," katanya.
Seperti diketahui, BNPT mengajukan permohonan penutupan terkait situs radikal kepada Kemkominfo. Dari 26 website yang awalnya diusulkan, setelah diteliti oleh Kemkominfo ternyata ada 2 yang duplikasi, 4 tidak aktif dan 1 sudah ditutup.
"Jadi hanya ada 19 situs yang diusulkan ke ISP (Internet Service Provider) untuk diblokir. Pengertian diblokir untuk situs menggunakan domain dot ( .) com, jadi situs-situs tersebut masih bisa diakses di luar Indonesia," ungkap Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo, Ismail Cawidu.
Referensi :
http://news.okezone.com/read/2015/03/31/337/1127256/ini-alasan-bnpt-rekomendasikan-pemblokiran-situs-radikal
http://news.okezone.com/read/2015/03/31/337/1127256/ini-alasan-bnpt-rekomendasikan-pemblokiran-situs-radikal
http://id.wikipedia.org/wiki/Radikalisme
http://tekno.liputan6.com/read/2207531/alasan-pemblokiran-situs-radikal-dinilai-tidak-pas
http://tekno.liputan6.com/read/2207531/alasan-pemblokiran-situs-radikal-dinilai-tidak-pas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar